Sabtu, 21 Maret 2009

Kenapa Kita Kalah Dengan Daerah

Kenapa Kita Kalah Dengan Daerah

(sebuah telaah kritis untuk merubah gaya hidup mahasiswa Jakarta yang cenderung hedonis)

Sosok pemuda dan mahasiswa tidaklah bisa di lepaskan, karena mahasiswa identik dengan pemuda yang dalam penekanannya pemuda adalah orang yang pemberani, berapi-api dan tidak mudah menyerah. Kepedulian dan keprihatinan kepeda rakyat adalah salah satu cirri khas dalam kepribadian mahasiswa dalam penyatuan visi bersama (common vision), para pemuda dan mahasiswa khususnya harus membebaskan dirinya dari kungkungan eksklusifisme. Peran dan tugas mahasiswa di Negara-negara berkembang seperti Negara kita ini tidaklah hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri tetapi mahasiwa juga harus mempunyai ideologi yang menjadi dasar perjuangan dan pergerakan mahasiswa untuk merubah tatanan bangsa ini ke arah yang pro rakyat.

Mengapa kita kalah dengan daerah? Yang dimaksud dengan pertanyaan ini adalah sebuah pernyataan bahwa kita tertinggal dengan mahasiswa-mahasiswa dan pemuda-pemuda dari daerah. Yang dimaksud tertinggal disini adalah tertinggal dalam hal intelektual dan pergerakan untuk perubahan bangsa yang menuju kepada kehidupan tanpa penjajahan. Sosok seoarang mahasiswa yang pemberani, pejuang rakyat dan agen perubahan sudah jarang di temukan di jakarta saat ini, nilai-nilai dari mahasiswa tersebut luntur seakan tidak pernah ada. Jarang sekali mahasiswa jakarta coba berfikir tentang persoalan kerakyatan, ataupun bagaimana memajukan konsep memajukan bangsa di era globalisasi ini, mereka lebih suka diajak bersenang-senang untuk kepentingan pribadi yang bersifat sesaat, seperti kegiatan hura-hura, jika dibandingkan dengan kegiatan yang berbaur ilmiah. Melihat fenomena tersebut, maka kita mempunyai kewajiban untuk mengubah mentalitas yang hedonis dan pragmatis tersebut kembali kepada jati diri pemuda dan mahasiswa pada persoalan-persoalan kerakyatan. Kehidupan mahasiswa jakarta saat ini sangatlah memprihatinkan, hati mereka sudah tidak peka lagi terhadap jeritan-jeritan rakyat kecil yang kehidupannya di injak-injak oleh pemerintah dengan kebijakan-kebijakannya, tidak ada dalam pikiran mereka bagaimana caranya merubah bangsa ini menjadi ke arah yang lebih baik. Tapi memang banyak juga mahasiswa-mahasiswa jakarta yang berbondong-bondong membagikan sembako atau semisalnya kepada rakyat kecil yang ada di jakarta, tindakan semacam itu memang bagus tapi jangkauannya terlalu kecil untuk sosok mahasiswa yang notabennya adalah agent of change atau bisa dibilang pejuang rakyat kecil dan itu pun jarang dilakukan atau bisa dikatakan hanya dalam bulan RAMADHAN saja.

Tindakan mahasiswa jakarta yang membagi-bagikan bahan sembako kepada rakyat kecil di jakarta tidak terlepas adanya sebuah indikasi-indikasi licik di dalam mahasiswannya itu sendiri, mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang terbanyak dalam memberikan sumbangan mereka gengsi dan merasa kalah apabila ada sekelompok mahasiswa lain yang mennyumbang lebih banyak darinya dan lebih mewah dari apa yang disumbangkannya. kita ambil contoh saja pada bulan RAMADHAN, karna hanya pada bulan ini saja mehasiswa-mahasiswa dan pemuda jakarta berlomba-lomba untuk memberikan sumbangan atau memperlihatkan keperduliannya mereka terhadap rakyat kecil yang dikenal di jakarta dengan istilah ”saur on the road”. Jalan-jalan di jakarta pada tengan malam menjelang subuh penuh sesak oleh kendaraan-kendaraan bermotor dan bahkan di daerah tertentu menyebabkan kemacetan yang parah hanya untuk membagi-bagikan sebungkus nasi kepada rakyat-rakyat kecil yang tinggal di jalanan. Gengsi mahasiswa dan pemuda jakarta juga dipertaruhkan disini, dengan banyaknya jumlah kendaraan yang mereka bawa n jumlah bungkusan nasi yang mereka bawa. Entah apa yang mereka fikirkan dalam otaknya yang jelas yang hanya ada di dalam otaknya bagaimana mereka telihat hebat dengan mahasiswa-mahasiswa dan pemuda-pemuda yang lain yang ikut berpastisipasi dalam kegiatan tersebut. Sungguh ironis memang kenyataannya.

Gaya kehidupan para mahasiswa di jakarta pun juga sangat memprihatinkan. Gaya hidup hedonis dan pragmatisme yang ke barat-baratan sangat kental dalam jiwa mahasiswa jakarta saat ini. Kehidupan malam di jakarta yang diselimuti oleh para mahasiwa dan pemuda jakarta hanyalah diisi dengan bersenang-senang dan berfoya-foya, mereka cenderung mementingkan diri sendiri dan kelompoknya ditambah dengan kehidupan sex bebas, astaqfirullah. Bisa kita bedakan mahasiswa-mahasiswa daerah dengan mahasiswa-mahasiswa di jakarta, mereka cenderung lebih mempunyai semangat yang tinggi untuk perubahan bukan hanya perubahan untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk bangsa ini walaupun ada beberapa mahasiswa daerah yang gaya kehidupannya seperti di jakarta, tetapi itu pun tidak terlalu banyak. Mereka lebih senang membaca buku dan mengadakan diskusi-diskusi dengan teman-teman mahasiswa lain yang membuat mereka menjadi lebih cerdas dan terasah otaknya, dan mahasiswa-mahasiswa daerahpun lebih peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di bangsa ini terutama yang berhubungan dengan ketidakadilan di bangsa ini. Idealisme mereka sangat kuat dan mereka pantang mundur memperjuangkan idealismenya menuju ke arah yang lebih baik untuk bangsa ini. Tetapi memang tidak semua mahasiswa di jakarta seperti itu, masih ada sekelompok mahasiswa-mahasiswa jakarta yang mempunyai idealis yang sangat tinggi, yang masih tetap setia berjuang bersama rakyat untuk menuntut perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih tertrik untuk membaca buku dan melakukan kajian-kajian dan diskusi-diskusi ilmiah seperti halnya mahasiswa-mahasiswa daerah yang mengutamakan kepentingan rakyat dalam dialektika perubahan menuju ke arah yang lebih baik.

Megembalikan pencitraan dan idealisme mahasiswa jakarta

Dalam memperbaiki dan mengembalikan lagi idealisme mahasiswa-mahasiswa di jakarta adalah tugas kita semua sebagai mahasiswa jakarta yang masih perduli dengan ketidakadilan, apabila seluruh mahasiswa jakarta mempunyai idealisme yang tinggi, kekuatan untuk melawan tirani pun akan semakin bertambah besar. Untuk mengubah gaya dan cara berfikir mahasiswa jakarta yang pragmatis bukanlah tugas yang mudah, karena ini melibatkan kepribadian dan keinginan untuk berubah dari diri sendiri untuk maenjadi jati diri yang lebih baik. Bila kita lihat aksi-aksi yang ada di jakarta pun cenderung di isi oleh mahasiswa yang cenderung oportunis, bagi mereka aksi-aksi mahasiswa seperti ladang objek untuk mencari keuntungan dengan menjual nama rakyat kecil sebagai objeknya.

Untuk mengubah semua itu ada 2 pendekatan yang bisa kita lakukan, yang pertama dari dari sisi internal yaitu keinginan dari mahasiswa itu sendiri untuk berubah, foktor ini agak sulit karena kita dituntut untuk meyakainkan mereka bahwa yang mereka lakukan selama ini salah dengan memberikan dogma-dogma tentang mahasiswa dalam arti yang sebenarnya dan kita harus menimbulkan idealisme di jiwa mereka. Faktor yang kedua yaitu dari sisi eksternal yaitu dari keadaan. Kita harus merubah gaya hura-hura mereka ke arah yang positif dengan mengadakan seminar-seminar, diskusi-diskusi ilmiah dan pergerakan perubahan bangsa, melakukan aksi turun ke jalan yang hanya dilandasi dengan idealisme untuk memperjuangkan rakyat kecil dan buruh tani. Selain itu pun kita harus membuka hati, mata, dan telinga kita untuk melihat dan mendengar jeritan-jeritan rakyat kecil, kita harus mempelajari permaslahatan yang terjadi di masyarakat saat ini kemudian kita kaji bersama untuk mendapatkan solusi-solusi yang baik. Ilmu dan keintelektualan kita juga harus sering kita implementasikan kepada masyarakat karena ilmu itu akan lebih bermakna jika ilmu itu berguna untuk masyarakat banyak, seperti yang ada di tri darma perguruan tinggi.

Musuh kita sebagai mahasiswa tidak hanya yang ada di jakarta adalah sistem kapitalisme yang meninabobokan semangat idealisme dan patiotisme pergerakan mahsiswa, sehingga mahasiswa lebih bersikap hedonis. Apalagi ditambah dengan gaya kehidupan barat yang tidak tersekat telah meracuni pemuda dan mahasiswa, khususnya mahasiswa di jakarta yang merupakan ibukota negara yang menjadi pusat peradapan barat di indonesia. Sebagai mahasiwa jakarta yang pertama kita lakukan adalah niatkan dalam hati untuk berperang melawan kapitlisme dan gaya kehidupan barat yang cenderung negatif, dengan begitu idealisme mahasiswa akan terbentuk dengan sendirinya yang akan menimbulkan pergerakan-pergerakan untuk melawan tirani bersama rakyat dengan tujuan dan cita-cita yang mulia. Walaupun terlihat berat dengan segala konsekuensinya untuk menjadi seorang mahasiswa yang mempunyai idealisme dan memperjuangkan idealismenya, hanya tiga kata yang akan menjawab itu semua ”YAKIN USAHA SAMPAI”. Wassallam.

Renaldy Permana